Beranda | Artikel
Bacaan Dzikir Setelah Shalat Apakah Dibaca Keras atau Pelan - Syaikh Shalih al-Ushoimi #NasehatUlama
Rabu, 31 Agustus 2022

Bacaan Dzikir Setelah Shalat Apakah Dibaca Keras atau Pelan – Syaikh Shalih al-Ushoimi #NasehatUlama

-ahsanallahu ilaikum-
Seorang yang selesai mengerjakan shalat fardhu, ia disunnahkan membaca zikir setelah shalat dengan mengeraskan semua bacaan zikirnya (jahr), kecuali Ayat Kursi yang dibaca dengan suara pelan (sirr).  Penulis -waffaqahullah- menyebutkan bahwa sunnah ketika membaca zikir-zikir tersebut adalah dengan mengeraskan suara (jahr), setiap selesai shalat fardhu. Dan yang dimaksud dengan jahr adalah mengeraskan suara untuk memperdengarkannya pada orang lain, meskipun orang lain tersebut tidak mendengarnya.

Jahr adalah mengeraskan suara untuk memperdengarkannya pada orang lain, meskipun orang lain tersebut tidak mendengarnya. Sedangkan yang dimaksud dengan sirr (israr) adalah memelankan suara tanpa tujuan memperdengarkannya pada orang lain, meskipun orang lain tersebut mendengarnya. Israr/sirr adalah memelankan suara tanpa tujuan memperdengarkannya pada orang lain, meskipun orang itu mendengarnya.

Itulah perbedaan antara keduanya, sebagaimana disebutkan sebelumnya. Dan orang yang membaca zikir setelah shalat, disunnahkan untuk membacanya dengan jahr bacaan zikir-zikirnya, dengan ia mengeraskan suaranya.
Hal ini berdasarkan hadits shahih dari Ibnu ‘Abbas, yang disebutkan dalam Shahih al-Bukhari, dari Ibnu ‘Abbas -radhiyallahu ‘anhuma-, ia berkata, “Mengeraskan suara saat berzikir setelah shalat adalah amalan yang ada di zaman Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-…”
“Mengeraskan suara saat berzikir setelah shalat, adalah amalan yang ada di zaman Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.”
Orang yang berzikir disunnahkan untuk mengeraskan suaranya saat membaca zikir setelah shalat. Ini adalah pendapat yang dipilih beberapa ulama al-Muhaqqiq; di antaranya Abu Ja’far bin Jarir ath-Thabari, Abu al-‘Abbas Ibnu Taimiyah, Abu Muhammad Ibnu Hazm, dan Abu al-Faraj Ibnu Rajab.
Berbeda dengan pendapat yang masyhur dalam empat madzhab. Pendapat masyhur dalam empat madzhab adalah memelankan bacaan (sirr/israr). Namun pendapat yang lebih kuat adalah disunnahkannya mengeraskan bacaan zikir setelah shalat. Dan inilah pendapat yang dipilih para pemuka dakwah negeri Najd -rahimahumullah- berdasarkan ilmu dan amalan mereka. Mereka berpandangan, sunnahnya zikir setelah shalat adalah dengan mengeraskan bacaan (jahr). Dan bacaan yang dikeraskan meliputi seluruh zikir setelah shalat,

Tidak hanya pada permulaannya saja. Dan bacaan zikir setelah shalat yang dikeraskan meliputi seluruh zikirnya, tidak hanya pada permulaannya saja. Adapun amalan banyak orang yang mengeraskan bacaan di awal zikir, kemudian memelankannya; maka ini adalah pengamalan yang tidak didasari dalil. Sebagaimana yang dikatakan guru dari para guru kami, Sulaiman bin Sihman -rahimahullah-
Maka barangsiapa yang hendak mengamalkan sunnah, maka hendaklah ia mengeraskan bacaan zikir ini semuanya dari awal hingga selesai.
Dan hendaklah seseorang membaca zikir sendiri-sendiri. tanpa membacanya bersama dengan orang lain, yang dikenal dengan zikir berjamaah.
Karena zikir berjamaah itu perkara yang mungkar, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Taimiyah dan asy-Syathibi dalam kitab al-I’tisham dan lainnya. Dan yang dimaksud dengan zikir berjamaah adalah zikir yang dilakukan bersama-sama, namun jika bacaannya pas kebetulan bersamaan dengan orang lain tanpa disengaja, maka ini tidak mengapa.

Karena orang-orang jika telah selesai shalat, seringkali bacaan zikir mereka dimulai secara bersamaan;Mereka sama-sama membaca, “Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah”…atau “Astaghfirullaha wa atubu ilaih, astaghfirullaha wa atubu ilaih, astaghfirullaha wa atubu ilaih”. Ini bukan hal yang tercela. Namun yang tercela adalah yang sengaja membacanya bersamaan (zikir berjamaah).  Adapun bacaan yang berbarengan tanpa disengaja
maka hal ini tidak termasuk dalam larangan. Dan mengeraskan suara (jahr) yang dimaksud hanya dikhususkan pada lima zikir pertama pada zikir setelah shalat. Adapun zikir keenam yang merupakan bacaan Ayat Kursi, maka para ulama sepakat bahwa ia dibaca dengan suara pelan, bukan dikeraskan. Ayat Kursi dibaca dengan suara pelan (sirr), bukan dikeraskan (jahr). Tidak ada satupun ulama yang berpandangan Ayat Kursi dibaca dengan suara keras (jahr). Demikian…

================

أَحْسَنَ اللهُ إِلَيْكُمْ

وَالسُّنَّةُ أَنْ يَجْهَرَ الْمُصَلِّي بِهَذِهِ الْأَذْكَارِ كُلِّهَا

إِلَّا آيَةَ الْكُرْسِيِّ فَيَقْرَأُهَا سِرًّا

ذَكَرَ الْمُصَنِّفُ وَفَّقَهُ اللهُ

أَنَّ السُّنَّةَ فِيمَا تَقَدَّمَ مِنَ الْأَذْكَارِ

الْجَهْرُ بِهَا بَعْدَ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ

وَالْمُرَادُ بِالْجَهْرِ

رَفْعُ الصَّوْتِ مَعَ قَصْدِ إِسْمَاعِ غَيْرِهِ وَلَوْ لَمْ يَسْمَعْ

رَفْعُ الصَّوْتِ مَعَ قَصْدِ إِسْمَاعِ غَيْرِهِ وَلَوْ لَمْ يَسْمَعْ

وَالْإِسْرَارُ هُوَ خَفْضُ الصَّوْتِ

مَعَ عَدَمِ قَصْدِ إِسْمَاعِ غَيْرِهِ وَإِنْ سَمِعَ

خَفْضُ الصَّوْتِ مَعَ عَدَمِ قَصْدِ إِسْمَاعِ غَيْرِهِ

وَلَوْ سَمِعَ

هَذَا هُوَ الْفَرْقُ بَيْنَهُمَا كَمَا تَقَدَّمَ

وَالسُّنَّةُ أَنْ يَجْهَرَ الذَّاكِرُ بَعْدَ الصَّلَاةِ

بِهَذِهِ الْأَذْكَارِ

فَيَرْفَعُ صَوْتَهُ

لِمَا فِي الصَّحِيحِ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ

لِمَا فِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ قَالَ

كَانَ رَفْعُ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ بَعْدَ الصَّلَاةِ

عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

كَانَ رَفْعُ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ

بَعْدَ الصَّلَاةِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

فَالسُّنَّةُ أَنْ يَرْفَعَ الذَّاكِرُ صَوْتَهُ

بِالْأَذْكَارِ بَعْدَ الصَّلَاةِ

وَهَذَا اخْتِيَارُ جَمَاعَةٍ مِنَ الْمُحَقِّقِينَ

مِنْهُمْ أَبُو جَعْفَرٍ ابْنُ جَرِيْرٍ الطَّبَرِيُّ

وَأَبُو الْعَبَّاسِ ابْنُ تَيْمِيَّةَ

وَأَبُو مُحَمَّدٍ ابْنُ حَزْمٍ

وَأَبُو الْفَرَجِ ابْنُ رَجَبٍ

خِلَافًا لِلْمَشْهُورِ فِي الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ

الْمَشْهُورُ فِي الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ الْإِسْرَارُ بِهَا

لَكِنَّ الظَّاهِرَ أَنَّ السُّنَّةَ هُوَ الْجَهْرُ

وَعَلَيْه أَئِمَّةُ الدَّعْوَةِ النَّجْدِيَّةِ رَحِمَهُمُ اللهُ عِلْمًا وَعَمَلًا

فَإِنَّهُمْ يَرَوْنَ أَنَّ السُّنَّةَ هِيَ الْجَهْرُ

وَالْجَهْرُ يَعُمُّ جَمِيعَ الْأَذْكَارِ

وَلَا يَخْتَصُّ بِأَوَّلِهَا

وَالْجَهْرُ يَعُمُّ جَمِيعَ الْأَذْكَارِ وَلَا يَخْتَصُّ بِأَوَّلِهَا

فَمَا عَلَيْهِ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ مِنَ الْجَهْرِ بِأَوَّلِ الذِّكْرِ ثُمَّ

يُسِرُّونَ فَهَذَا تَحَكُّمٌ لَا دَلِيلَ عَلَيْهِ

أَفَادَهُ شَيْخُ شُيُوخِنَا سُلَيْمَانُ بْنُ سِحْمَانِ رَحِمَهُ اللهُ

فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُوَافِقَ السُّنَّةَ

فَإِنَّهُ يَجْهَرُ بِهَذِه الْأَذْكَارِ جَمِيْعًا

حَتَّى يُتِمَّهَا

وَيَكُونُ ذِكْرُ الْعَبْدِ لِنَفْسِهِ

دُونَ مُوَاطَأَةِ غَيْرِهِ اِتِّفَاقًا

مِمَّا يُسَمَّى بِالذِّكْرِ الجَمَاعِيِّ

فَإِنَّه مُسْتَنْكَرٌ

بَسَطَهُ ابْنُ تَيْمِيَّةَ

وَالشَّاطِبِيُّ فِي الِاعْتِصَامِ وَغَيْرِهِ

وَالْمُرَادُ بِالذِّكْرِ الجَمَاعِيِّ مَا وَقَعَ عَنِ التِّفَاقِ

أَمَّا مَا وَقَعَ مُصَادَفَةً بِالِاتِّفَاقِ فَلَا يَدْخُلُ فِي هَذَا

فَإِنَّ النَّاسَ إِذَا انْصَرَفُوا مِنَ الصَّلَاةِ

وَقَعَ غَالِبًا اتِّفَاقُهُمْ فِي الِابْتِدَاءِ

أَنَّهُمْ يَقُولُوْنَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ

أَوْ يَقُولُوْنَ أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ أَسْتَغْفِرُ اللهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ

هَذَا لَيْسَ مَحَلًّا لِلذَّمِّ

وَإِنَّمَا الذَّمُّ إِذَا كَانَ عَنْ اِتِّفَاقٍ وَمُوَاطَأَةٍ

وَأَمَّا إِذَا كَانَ مُصَادَفَةً بِلَا اتِّفَاقٍ

فَلَا يَدْخُلُ فِي مَعْنَى الْمَنْعِ

وَالْجَهْرُ الْمَذْكُورُ يَخْتَصُّ

بِالْأَذْكَارِ الْخَمْسَةِ الْأُولَى

أَمَّا الذِّكْرُ السَّادِسُ وَهُوَ آيَةُ الْكُرْسِيِّ

فَأَهْلُ الْعِلْمِ مُطْبِقُوْنَ عَلَى أَنَّهُ يُسَرُّ بِهَا وَلَا يُجْهَرُ

أَنَّهُ يُسَرُّ بِهَا وَلَا يُجْهَرُ

فَلَمْ يَذْكُرْ أَحدٌ الْجَهْرَ بِقِرَاءَةِ آيَةِ الْكُرْسِيِّ
نَعَمْ


Artikel asli: https://nasehat.net/bacaan-dzikir-setelah-shalat-apakah-dibaca-keras-atau-pelan-syaikh-shalih-al-ushoimi-nasehatulama/